Welcome!

I am Yoga Kurnia Pratama Jr. Digital Marketing Blogger Newbie

View Work Hire Me!

About Me

SEO
Content Writing
Social Media Marketing
Who am i

Yoga Kurnia Pratama.

Junior Digital Marketing

I have a basic understanding of social media, SEO, Content Writing, web analytics and digital marketing techniques.

In addition, I have the ability to be able to plan and manage marketing budgets and analyze data in an effort to optimize advertising campaigns.

Services

SEO

Saya memiliki pengalaman dalam peningkatan ranking website dan peningkatan visibilitas online melalui strategi SEO yang relevan

Content Writing

Saya seorang penulis konten yang kreatif dan berpengalaman, dengan keahlian dalam menghasilkan tulisan yang menarik, informatif, dan mudah dipahami

Social Media Marketing

Saya mampu membuat kampanye yang menarik, meningkatkan keterlibatan pengguna, dan membangun merek secara online melalui pemanfaatan data dan analisis yang cermat.

Junior Digital Marketing

Saya siap berkontribusi dalam meningkatkan visibilitas merek, mengoptimalkan strategi online, dan mencapai tujuan pemasaran dengan kreativitas dan analisis yang teliti.

Our Blog

Tampilkan postingan dengan label Psikologi Umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psikologi Umum. Tampilkan semua postingan

TEORI PENJULUKAN DAN TEORI PENYIMPANGAN

 


Teori penjulukan dan penyimpangan Salah satu teori tersebut adalah teori pelabelan dan penyimpangan. Teori ini menunjukkan bahwa label yang kita berikan kepada individu dapat berdampak kuat pada perilaku dan identitas diri mereka.

Di blog ini, kita akan mengeksplorasi konsep pelabelan dan penyimpangan, asal-usulnya, dan implikasinya bagi masyarakat.

Teori Penjulukan (Labelling Theory) dari Howard Becker

Wah, ngobrolin soal julukan di masyarakat udah lama banget jadi perhatian utama di ilmu sosiologi. Banyak juga penelitian menemukan julukan-julukan yang diberikan kepada kelompok atau orang yang berbeda, saat berinteraksi dengan masyarakat yang memiliki aturan dan norma sendiri. Atau kelompok atau individu yang perilakunya dianggap tidak sesuai dengan norma atau aturan sosial yang berlaku di masyarakat.


Lahirnya Teori Penjulukan (Labelling Theory), diinspirasi oleh Perspektif Interaksionisme Simbolik dari Herbert Mead dan telah berkembang sedemikian rupa dengan riset-riset dan penggunaannya dalam berbagai bidang seperti kriminologi, kesehatan mental (pengidap schizophrenia) dan kesehatan, serta pendidikan.


Teori Penjulukan dari studi tentang deviant di akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960 yang merupakan penolakan terhadap Teori Konsensus atau Fungsionalisme Struktural. Awalnya, menurut Teori Struktural deviant atau penyimpangan dipahami sebagai perilaku yang ada yang merupakan karakter yang berlawanan dengan norma-norma sosial.


Deviant adalah bentuk dari perilaku. Namun Labelling Theory menolak pendekatan itu, deviant hanya sekedar nama yang diberikan atau penandaan.


Tegasnya;

Labelling theory rejected this approach and claimed that deviance is not a way of behaving, but is a name put on something: a label… Deviance is not something inherent in the behavior, but is an outcome of how individuals or their behavior are labelled. (Socio Glossary-September 26, 1997). 


Teori Penjulukan menekankan pada pentingnya melihat deviant dari sudut pandang individu yang devian. Seseorang yang dikatakan menyimpang dan ia mendapatkan perilaku devian tersebut, sedikit banyak akan mengalami stigma, dan jika itu dilakukan secara terus menerus dirinya akan menerima atau terbiasa dengan sebutan itu (nubuat yang dipenuhi sendiri).


Menurut Howard Becker (1963), kelompok sosial menciptakan penyimpangan melalui pembuatan aturan dan menerapkan terhadap orang-orang yang melawan aturan untuk kemudian menjulukinya sebagai bagian dari out group mereka.


Teori penjulukan memiliki dua proposisi;

1. Perilaku menyimpang bukan merupakan perlawanan terhadap norma, tetapi berbagai perilaku yang berhasil didefinisikan atau dijuluki menyimpang.

Deviant atau penyimpangan tidak inheren dalam tindakan itu sendiri tetapi merupakan respon terhadap orang lain dalam bertindak, penyimpangan dikatakan ada dalam “mata yang melihat”.

2. Penjulukan itu sendiri menghasilkan atau memperkuat penyimpangan.

Respon orang-orang yang menyimpang terhadap reaksi sosial menghasilkan penyimpangan sekunder yang mana mereka mendapatkan citra diri atau definisi diri (self - image or self definition) sebagai seseorang yang secara permanen terkunci dengan peran orang yang menyimpang.


Penyimpangan merupakan outccome atau akibat dari kesalahan sosial dan penggunaan kontrol sosial. Ada dua konsep lain yang menarik dalam Teori Penjulukan:


  • Master Status

Teori penjulukan memiliki label dominant yang mengarah pada suatu keadaan yang disebut dengan Master Status. Maknanya adalah sebuah label yang dikenakan (Dikaitkan) yang biasanya terlihat sebagai karakteristik yang lebih atau paling penting atau menonjol daripada aspek lainnya pada orang yang bersangkutan.


Bagi sebagian orang julukan penyimpangan telah diterapkan, atau yang biasa disebut dengan konsep diri, mereka menerima dirinya sebagai penyimpang. Bagaimanapun hal ini akan membuat keterbatasan bagi perilaku para penyimpang selanjutnya di mana mereka akan bertindak.


Bagi para “penyimpang” sebutan tersebut menjadi menyulitkan, mereka akan mulai bertindak selaras dengan sebutan itu. Dampaknya mungkin keluarga, teman, atau lingkungannya tidak mau lagi bergabung dengan yang bersangkutan.


Dengan kata lain orang akan mengalami stigma sebagai penyimpang/menyimpang dengan berbagai konsekuensinya, ia akan dikeluarkan dari kontak dan hubungan-hubungan yang yang ada (konvensional). Kondisi seperti ini akan sangat menyulitkan yang bersangkutan untuk menata identitasnya dari seseorang yang bukan deviant. Akibatnya, ia akan mencoba melihat dirinya secara mendasar sebagai criminal, terutama sekarang ia mengetahui orang lain memanggilnya sebagai jahat.


Melewati rentang waktu yang panjang di mana orang memperlakukannya sebagai kriminal dalam berbagai hal dan ia mungkin akan kehilangan dan tidak akan mendapatkan pekerjaan. Bahkan mungkin lama kelamaan akan mempercayai bahwa kejahatan adalah jalan hidupnya, dan ia akan membangun koneksinya dengan orang-orang yang memiliki nasib yang sama dan menciptakan subkulturnya yang baru. Sekarang ia menjadi deviant career.


  • Deviant Career

Konsep Deviant Career mengacu kepada sebuah tahapan ketika si pelanggar aturan (menyimpang) memasuki atau telah menjadi deviant secara penuh (outsider).


Kai T. Erikson dalam Becker (9 Januari 2005) menyatakan bahwa penyimpangan bukanlah suatu bentuk perilaku inheren, tetapi merupakan pemberian dari anggota lingkungan yang mengetahui dan menyaksikan tindakan mereka baik langsung maupun tidak langsung.


Mungkin sudut pandang Teori Penjulukan sangat empati pada korban atau deviant, dan menempatkan masyarakat sebagai institusi pemberi label. Namun tentu banyak hal lain juga yang masih perlu dijelaskan. Seolah-olah kita menganggap masyarakat agen opini pemberi label (di satu pihak), padahal hakikatnya menjadi pertemuan yang disengaja atau tidak, individu yang diberi label juga memiliki keunikan (inheren) demikian (di lain pihak). Dirinya Bertindak sengaja dari awal untuk menjadi (to be) sesuatu atau demikian.


Substantif mendasar bahwa individu diciptakan unik (berbeda) dan masyarakat melalui interaksi sosial telah dengan konservatif menamai keunikan-keunikan individu tersebut untuk dipergunakan secara bersama-sama, masih tetap kenyataannya.


Teori Penyimpangan Perspektif Sosiologi


Anomie

Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan dalam struktur sosial sehingga ada individu-individu yang mengalami tekanan dan akhirnya melakukan tindakan menyimpang.


Teori yang dikemukakan oleh Robert Merton sekitar tahun 1930 an. Menyatakan bahwa situasi anomie berakibat negatif bagi sekelompok masyarakat, di mana untuk mencapai tujuan statusnya mereka terpaksa melakukan dengan cara-cara yang tidak sah, di antaranya penyimpangan ataupun tindakan kriminal.


Teori sosialisasi

Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan perilaku adalah akibat dari proses belajar, penguasaan sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari subkultur. Teori tersebut lebih dikenal dengan istilah Asosiasi diferensial. Teori ini dikemukakan oleh Sutherland. ( contoh : perilaku homoseksual ).


Teori Labeling

Teori ini menjelaskan penyimpangan dikategorikan labeling ketika perilaku telah sampai pada tahap penyimpangan sekunder.Analisis pemberian cap tersebut dipusatkan pada reaksi orang lain. Artinya ada orang-orang yang memberikan definisi, julukan atau pemberian label pad individu-individu yang menurut penilaian orang tersebut adalah menyimpang. Teori labeling dikemukakan oleh Becker.


Lebih lanjut dikatakan teori labeling didasarkan reaksi atau sanksi dari penonton social bukan berdasarkan norma.


Teori Control

Penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan control atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum.


Teori ini dikemukakan oleh Hirschi 1969. Menurutnya dalam kontrol sosial terdapat empat unsur utama yaitu attachment (kasih sayang), commitment ( tanggung jawab), involvement (partisipasi) dan believe (kepercayaan/keyakinan).


Teori Konflik

Teori konflik ini menitik beratkan pada analisis asal usul terciptanya suatu aturan atau tertib sosial. Perspektif konflik memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan kekuasaan yang berlebih akan menciptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin kepentingan mereka (Quinney,1979).


Sebagai contoh pada Negara kapitalis telah menciptakan suatu aturan yang lebih mengutamakan kaum capital, sehingga bagi kelas bawah tidak memiliki kesempatan untuk bersaing sehingga mereka melakukan suatu tindakan yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan.


Dalam mengkaji teori penjulukan dan teori penyimpangan, penting untuk diingat bahwa persepsi sosial terhadap perilaku dan kelompok tertentu dapat berbeda-beda dalam masyarakat. Penjulukan dan stigmatisasi terhadap kelompok deviant dapat memicu efek negatif yang merugikan individu dan kelompok tersebut.


Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang beradab, kita harus berupaya untuk memahami dan menghargai perbedaan serta menghindari perilaku yang merendahkan martabat manusia. Terima kasih telah membaca!



Sumber : J.Dwi Narwoko, Sosiologi teks pengantar dan terapan, 2007, h.109-120.

Pahami Perkembangan Moral dan Seksual Untuk Lebih Baik


        

Setiap manusia yang lahir ke dunia ini memiliki perkembangan yang belum dapat memahami segala aspek perkembangan secara mendasar baik itu moral, seksual dan sosial. Ini berkonsentrasi pada tumbuh kembang anak hingga dewasa akhir dengan bertahap melalui teori-teori pemahaman tentang perkembangan di setiap tugas dan tahap perkembangan itu sendiri.

        Bagi kamu diharapkan agar dapat memahami dan menambah wawasan tentang perkembangan manusia pada tahap-tahap perkembangan moral, psikoseksual dan psikososial.

A. Perkembangan Moral

    Sebagai suatu aspek yang penting karena sangat menentukan kepribadian individu sebagai makhluk sosial, 2 teori perkembangan moral yang menjadi acuan para pendidik, yaitu teori dari Lawrence Kohlberg dan Jean Piaget.

  1. Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg.

Teori ini membagi perkembangan moral dalam 3 peringkat yaitu : Pra-konvensional, Konvensional dan Purna Konvensional.

Peringkat pra konvensional ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan, kepatuhan dan hukuman terhadap perilaku anak. Penilaian didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh perilaku itu. Dalam tahap selanjutnya, anak mulai menyesuaikan dengan harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah yaitu senyum, pujian atau permen. 

Peringkat konvensional anak terpaksa mengikuti atau menyesuaikan diri dengan berbagai harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik dan manis. 

Peringkat purna konvensional teori moral ini, anak mulai mengambil keputusan tentang baik buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan yang penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.

  1. Perkembangan moral Jean Piaget

 Teori ini membagai moral berkembang dalam 2 tahapan yaitu :

      Tahap pertama disebut realisme moral (stage of moral realism) atau moralitas berkendala (morality by constraint) berkembang sampai usia 7 tahun. Anak otomatis menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada tanpa penelaahan rasional. Orang di sekitarnya dianggap sebagai makhluk serba bisa, patut di ikuti tanpa harus bertanya-tanya. 

        Tahap kedua adalah moralitas otonom (stage of autonomous morality) atau moralitas hasil interaksi seimbang (morality by cooperation or reciprocity). Dimulai dari usia 8 tahun sampai dewasa, konsep benar salah yang dipelajari dari orang tuanya perlahan-lahan mulai berubah, tergantung situasi dan faktor-faktor lain. Anak sudah berusia 12 tahun, maka kemampuan untuk beradaptasi memungkinkan anak mengerti alasan yang ada di belakang aturan atau harapan orang lain. Oleh karena itu anak dapat mempertimbangkan konsekuensi perilakunya lebih rasional.


B. Perkembangan Psikososial

Menurut Erikson (1902) dipengaruhi oleh psikoanalisa Freud. Beliau tidak mendasarkan teori perkembangannya pada libido, melainkan pada sosial budaya di lingkungan individu. Erikson masih memakai konsep naluri Freud yang dibentangkannya pada dua titik ekstrim (positif-negatif) sebagai suatu konflik yang diungkapkan dengan kata “Venus” berarti yang bukan berarti lawan.

Terselesaikannya krisis itu, akan mempengaruhi perkembangan individu. Bagi Erikson, krisis bukan merupakan malapetaka tetapi titik tolak perkembangan psikososial. Beliau membagi perkembangan ini menjadi 8 tahap:


        Basic Trust vs Basic Mistrust (0-1 tahun)

Kebutuhan akan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik dialami oleh anak dalam tahap ini. Bila rasa aman dipenuhi, anak akan mengembangkan rasa dasar kepercayaan pada lingkungan. Sebaliknya, bila anak selalu terganggu tidak pernah merasakan kasih sayang dan rasa aman anak akan mengembangkan perasaan tidak percaya pada lingkungan.


        Autonomy vs Shame and Doubt (2-3 tahun)

Anak dapat melakukan aktivitas secara meluas dan bervariasi oleh karena itu konflik yang dihadapi anak dalam tahap ini adalah perasaan mandiri vs perasaan malu dan ragu-ragu. Pengakuan, pujian, perhatian, serta dorongan akan menimbulkan perasaan percaya diri, memperkuat egonya. Kedua orang tua merupakan objek sosial terdekat bagi anak.


        Initiative vs Guilt (3-6 tahun)

Berani mengambil inisiatif yaitu perasaan bebas untuk melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri. Merasa bersalah yaitu ia tidak berani melakukan sesuatu atas kehendak diri.


        Industry vs Inferiority (6-11 tahun)

Anak sudah mulai melakukan pemikiran logis dan anak sudah mulai bersekolah. Konflik pada tahap ini adalah perasaan sebagai seseorang yang percaya diri vs rendah diri.


        Identity vs Role Confusion (mulai 12 tahun)

Anak diharapkan berkelompok dan dorongan yang makin kuat untuk lebih mengenal dirinya.Dia mulai memutuskan masa depannya. Konflik yang dihadapi adalah perasaan menemukan dirinya sendiri vs kekaburan peran.


        Intimacy vs Isolation

Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Konflik yang dihadapi adalah kesiapan untuk berhubungan secara akrab dengan orang lain vs perasaan takut. Orang yang berhasil membagi kasih sayang ia akan mendapatkan perasaan kemesraan dan keintiman yang tidak dapat membagi kasih sayang akan merasa terasing atau terkucil.


        Generativity vs Self-absorption

Krisis pada masa ini adalah adanya tuntutan untuk membantu orang lain diluar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Bila dalam tahap masa lalu dapat menyebabkan individu berbuat banyak bagi kemanusiaan khususnya bagi generasi yang akan datang. Tetapi pada tahap yang silam ia memperoleh pengalaman negatif, ia mungkin terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.


        Ego Integrity vs Despair

Individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi dan tindakannya dimasa lalu akan menimbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam.


C. Perkembangan Psikoseksual

        Menurut Sigmund Freud (1856-1939), konsep perkembangan individu didorong oleh energi psikis yang disebut libido. Libido merupakan energi psikis yang bersifat seksual dan sudah ada sejak bayi, ditandai dengan berfungsinya dorongan-dorongan tersebut pada daerah tubuh tertentu. Freud membagi perkembangan manusia menjadi 6 fase :

    Fase Oral (0-1 tahun)

Biasanya ini terjadi pada daerah mulut yaitu seringnya anak mencicipi atau merasakan seusatu pada area mulut dan obyek sosialnya terdekat adalah ibu kandungnya.

    Fase Anal (1-3 tahun)

Ini terjadi pada daerah anus, fase ini saat yang tepat untuk mengajar disiplin pada anak dan latihan ke toilet.

    Fase Falik (3-5 tahun)

Fase ini berfokus pada daerah kelamin, oedipusnya kompleks, kecemasan kastrasi, ego ideal. Contohnya anak sering memainkan alat kelaminnya dan takut akan alat kelaminnya di potong (bagi laki - laki).

    Fase Laten (5-12 tahun)

Pada fase ini ketertarikan seksual mungkin disublimasi permainan yang giat dan memperoleh keterampilannya.

    Fase Genital (12 tahun keatas)

Pada tahap ini mengembangan minat seksual yang kuat pada lawan jenis, tujuan pada tahap ini untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.


Kesimpulannya :

Pada setiap perkembangan moral, psikoseksual dan psikososial di setiap fase maupun tahapan perkembangan ini sangat berkaitan dan berhubungan dalam setiap menjalani aspek-aspek kehidupan tumbuh dan perkembangan anak hingga dewasa akhir. Sehingga selaras dalam menjalani setiap aspek-aspek fase perkembangan moral, psikoseksual dan psikososial.

Para ahli yang mengemukakan hasil penelitian maupun pendapat mereka  tentang perkembangan moral, psikoseksual dan psikososial yang mempunya ciri khas masing-masing di setiap perumusannya dapat  dikatakan bahwa :

-    Moral              

Kohlberg menyatakan “bahwa anak perlu menambah wawasan,penyesuaian dan pengambilan keputusan pada lingkungan dan kehidupannya,piaget berpendapat anak perlu penyesuaian dan memutuskan pilihan”.

-    Psikososial    

Bagi Erikson menuturkan ”krisis bukan merupakan malapetaka,tetapi titik tolak perkembangan psikososial”.

-    Psikoseksual    

Sigmund Freud menganalisa “bahwa tahap ini adanya energi psikis yang mendorong anak melakukan aktivitas tertentu”.


Sumber : Irwanto, dkk. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: Prenhallindo

Tag : Apa itu teori perkembangan psikoanalisis?

Contact Us

Phone :

+62 823 8669 7337

Address :

Tanjung Barat, Jakarta Selatan, DKI Jakarta,
Indonesia

Email :

yogap0306@gmail.com

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

6 Tips dan Ide Mendapatkan Penghasilan Melalui Blooger

  Berapa Lama Untuk Menghasilkan Uang Dari Blog? Hai, kawan-kawan! Apakah kamu tahu bahwa kamu bisa menghasilkan uang dari blog? Ya, kamu ti...