TEORI PENJULUKAN DAN TEORI PENYIMPANGAN
Teori penjulukan dan penyimpangan Salah satu teori tersebut adalah teori pelabelan dan penyimpangan. Teori ini menunjukkan bahwa label yang kita berikan kepada individu dapat berdampak kuat pada perilaku dan identitas diri mereka.
Di blog ini, kita akan mengeksplorasi konsep pelabelan dan penyimpangan, asal-usulnya, dan implikasinya bagi masyarakat.
Teori Penjulukan (Labelling Theory) dari Howard Becker
Wah, ngobrolin soal julukan di masyarakat udah lama banget jadi perhatian utama di ilmu sosiologi. Banyak juga penelitian menemukan julukan-julukan yang diberikan kepada kelompok atau orang yang berbeda, saat berinteraksi dengan masyarakat yang memiliki aturan dan norma sendiri. Atau kelompok atau individu yang perilakunya dianggap tidak sesuai dengan norma atau aturan sosial yang berlaku di masyarakat.
Lahirnya Teori Penjulukan (Labelling Theory), diinspirasi oleh Perspektif Interaksionisme Simbolik dari Herbert Mead dan telah berkembang sedemikian rupa dengan riset-riset dan penggunaannya dalam berbagai bidang seperti kriminologi, kesehatan mental (pengidap schizophrenia) dan kesehatan, serta pendidikan.
Teori Penjulukan dari studi tentang deviant di akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960 yang merupakan penolakan terhadap Teori Konsensus atau Fungsionalisme Struktural. Awalnya, menurut Teori Struktural deviant atau penyimpangan dipahami sebagai perilaku yang ada yang merupakan karakter yang berlawanan dengan norma-norma sosial.
Deviant adalah bentuk dari perilaku. Namun Labelling Theory menolak pendekatan itu, deviant hanya sekedar nama yang diberikan atau penandaan.
Tegasnya;
Labelling theory rejected this approach and claimed that deviance is not a way of behaving, but is a name put on something: a label… Deviance is not something inherent in the behavior, but is an outcome of how individuals or their behavior are labelled. (Socio Glossary-September 26, 1997).
Teori Penjulukan menekankan pada pentingnya melihat deviant dari sudut pandang individu yang devian. Seseorang yang dikatakan menyimpang dan ia mendapatkan perilaku devian tersebut, sedikit banyak akan mengalami stigma, dan jika itu dilakukan secara terus menerus dirinya akan menerima atau terbiasa dengan sebutan itu (nubuat yang dipenuhi sendiri).
Menurut Howard Becker (1963), kelompok sosial menciptakan penyimpangan melalui pembuatan aturan dan menerapkan terhadap orang-orang yang melawan aturan untuk kemudian menjulukinya sebagai bagian dari out group mereka.
Teori penjulukan memiliki dua proposisi;
1. Perilaku menyimpang bukan merupakan perlawanan terhadap norma, tetapi berbagai perilaku yang berhasil didefinisikan atau dijuluki menyimpang.
Deviant atau penyimpangan tidak inheren dalam tindakan itu sendiri tetapi merupakan respon terhadap orang lain dalam bertindak, penyimpangan dikatakan ada dalam “mata yang melihat”.
2. Penjulukan itu sendiri menghasilkan atau memperkuat penyimpangan.
Respon orang-orang yang menyimpang terhadap reaksi sosial menghasilkan penyimpangan sekunder yang mana mereka mendapatkan citra diri atau definisi diri (self - image or self definition) sebagai seseorang yang secara permanen terkunci dengan peran orang yang menyimpang.
Penyimpangan merupakan outccome atau akibat dari kesalahan sosial dan penggunaan kontrol sosial. Ada dua konsep lain yang menarik dalam Teori Penjulukan:
Master Status
Teori penjulukan memiliki label dominant yang mengarah pada suatu keadaan yang disebut dengan Master Status. Maknanya adalah sebuah label yang dikenakan (Dikaitkan) yang biasanya terlihat sebagai karakteristik yang lebih atau paling penting atau menonjol daripada aspek lainnya pada orang yang bersangkutan.
Bagi sebagian orang julukan penyimpangan telah diterapkan, atau yang biasa disebut dengan konsep diri, mereka menerima dirinya sebagai penyimpang. Bagaimanapun hal ini akan membuat keterbatasan bagi perilaku para penyimpang selanjutnya di mana mereka akan bertindak.
Bagi para “penyimpang” sebutan tersebut menjadi menyulitkan, mereka akan mulai bertindak selaras dengan sebutan itu. Dampaknya mungkin keluarga, teman, atau lingkungannya tidak mau lagi bergabung dengan yang bersangkutan.
Dengan kata lain orang akan mengalami stigma sebagai penyimpang/menyimpang dengan berbagai konsekuensinya, ia akan dikeluarkan dari kontak dan hubungan-hubungan yang yang ada (konvensional). Kondisi seperti ini akan sangat menyulitkan yang bersangkutan untuk menata identitasnya dari seseorang yang bukan deviant. Akibatnya, ia akan mencoba melihat dirinya secara mendasar sebagai criminal, terutama sekarang ia mengetahui orang lain memanggilnya sebagai jahat.
Melewati rentang waktu yang panjang di mana orang memperlakukannya sebagai kriminal dalam berbagai hal dan ia mungkin akan kehilangan dan tidak akan mendapatkan pekerjaan. Bahkan mungkin lama kelamaan akan mempercayai bahwa kejahatan adalah jalan hidupnya, dan ia akan membangun koneksinya dengan orang-orang yang memiliki nasib yang sama dan menciptakan subkulturnya yang baru. Sekarang ia menjadi deviant career.
Deviant Career
Konsep Deviant Career mengacu kepada sebuah tahapan ketika si pelanggar aturan (menyimpang) memasuki atau telah menjadi deviant secara penuh (outsider).
Kai T. Erikson dalam Becker (9 Januari 2005) menyatakan bahwa penyimpangan bukanlah suatu bentuk perilaku inheren, tetapi merupakan pemberian dari anggota lingkungan yang mengetahui dan menyaksikan tindakan mereka baik langsung maupun tidak langsung.
Mungkin sudut pandang Teori Penjulukan sangat empati pada korban atau deviant, dan menempatkan masyarakat sebagai institusi pemberi label. Namun tentu banyak hal lain juga yang masih perlu dijelaskan. Seolah-olah kita menganggap masyarakat agen opini pemberi label (di satu pihak), padahal hakikatnya menjadi pertemuan yang disengaja atau tidak, individu yang diberi label juga memiliki keunikan (inheren) demikian (di lain pihak). Dirinya Bertindak sengaja dari awal untuk menjadi (to be) sesuatu atau demikian.
Substantif mendasar bahwa individu diciptakan unik (berbeda) dan masyarakat melalui interaksi sosial telah dengan konservatif menamai keunikan-keunikan individu tersebut untuk dipergunakan secara bersama-sama, masih tetap kenyataannya.
Teori Penyimpangan Perspektif Sosiologi
Anomie
Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan dalam struktur sosial sehingga ada individu-individu yang mengalami tekanan dan akhirnya melakukan tindakan menyimpang.
Teori yang dikemukakan oleh Robert Merton sekitar tahun 1930 an. Menyatakan bahwa situasi anomie berakibat negatif bagi sekelompok masyarakat, di mana untuk mencapai tujuan statusnya mereka terpaksa melakukan dengan cara-cara yang tidak sah, di antaranya penyimpangan ataupun tindakan kriminal.
Teori sosialisasi
Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan perilaku adalah akibat dari proses belajar, penguasaan sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari subkultur. Teori tersebut lebih dikenal dengan istilah Asosiasi diferensial. Teori ini dikemukakan oleh Sutherland. ( contoh : perilaku homoseksual ).
Teori Labeling
Teori ini menjelaskan penyimpangan dikategorikan labeling ketika perilaku telah sampai pada tahap penyimpangan sekunder.Analisis pemberian cap tersebut dipusatkan pada reaksi orang lain. Artinya ada orang-orang yang memberikan definisi, julukan atau pemberian label pad individu-individu yang menurut penilaian orang tersebut adalah menyimpang. Teori labeling dikemukakan oleh Becker.
Lebih lanjut dikatakan teori labeling didasarkan reaksi atau sanksi dari penonton social bukan berdasarkan norma.
Teori Control
Penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan control atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum.
Teori ini dikemukakan oleh Hirschi 1969. Menurutnya dalam kontrol sosial terdapat empat unsur utama yaitu attachment (kasih sayang), commitment ( tanggung jawab), involvement (partisipasi) dan believe (kepercayaan/keyakinan).
Teori Konflik
Teori konflik ini menitik beratkan pada analisis asal usul terciptanya suatu aturan atau tertib sosial. Perspektif konflik memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan kekuasaan yang berlebih akan menciptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin kepentingan mereka (Quinney,1979).
Sebagai contoh pada Negara kapitalis telah menciptakan suatu aturan yang lebih mengutamakan kaum capital, sehingga bagi kelas bawah tidak memiliki kesempatan untuk bersaing sehingga mereka melakukan suatu tindakan yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan.
Dalam mengkaji teori penjulukan dan teori penyimpangan, penting untuk diingat bahwa persepsi sosial terhadap perilaku dan kelompok tertentu dapat berbeda-beda dalam masyarakat. Penjulukan dan stigmatisasi terhadap kelompok deviant dapat memicu efek negatif yang merugikan individu dan kelompok tersebut.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang beradab, kita harus berupaya untuk memahami dan menghargai perbedaan serta menghindari perilaku yang merendahkan martabat manusia. Terima kasih telah membaca!
Sumber : J.Dwi Narwoko, Sosiologi teks pengantar dan terapan, 2007, h.109-120.
0 comments:
Posting Komentar